\”Di otak saya selama 2 tahun terakhir, cuma itu ingatan saya. Dari mulai pintu rumah saya diketuk, saya buka pintunya, saya lihat ada 3 orang di sana. Saya ingat satu per satu mukanya, persis! Saya ingat semuanya. Istri saya meninggal di hadapan saya dan saya gabisa ngapa-ngapain, anak saya dibekep sampai nafasnya habis\”
Begitu kira-kira salah satu dialog dari Adam (Reza Rahadian) ketika diminta untuk menceritakan ulang kejadian yang menimpanya 2 tahun lalu.
Warning: Major Spoiler film\”Berbalas Kejam\”
Berbalas Kejam adalah film bergenre thriller yang dirilis pada 16 Februari 2023. Film ini menceritakan tentang balas dendam seorang arsitek bernama Adam yang menyaksikan bagaimana istri dan anaknya terbunuh di depan matanya.
Sebelum lanjut, perlu saya tekankan kembali bahwa tulisan ini mengandung major spoiler. Untuk yang berencana menonton filmnya, silakan bisa diskip (terus balik lagi pas udah selesai nonton wkwk).
Poin utama dari film ini adalah trauma dan bagaimana cara Adam mengatasi trauma tersebut. Di sepanjang film, jujur saya sering terbawa suasana hingga menangis. Selain karena akting dari Reza Rahadian yang sudah tidak perlu diragukan lagi, penggambaran trauma dalam film ini bisa dibilang cukup akurat, di mana trauma ini muncul sebagai potongan-potongan adegan (flashback) yang seringkali tiba-tiba terlintas di memori Adam. Mengutip dari dr Jiemi Ardian, trauma memang tidak diingat sebagai runtutan kejadian awal, tengah, dan akhir tapi seperti flashback yang membuat individu tersebut kembali merasakan hal yang ia rasakan ketika kejadian trauma tersebut berlangsung.
Hidup dalam trauma selama 2 tahun juga sangat tergambarkan dari setting film yang ditampilkan. Tidak hanya penampilan dari Adam yang berubah, namun bahkan isi rumahnya pun ikut berubah seakan-akan menunjukkan bahwa hidup Adam tidak pernah sama lagi setelah kejadian traumatis tersebut. Penggambaran rumah yang suram, gelap, dingin, berantakan sangat jelas tergambar dan terasa. Bunga yang tadinya segar terlihat layu, banyaknya gelas dan piring kotor yang dibiarkan, banyaknya baju-baju yang tergeletak di sana sini cukup menggambarkan seberapa berantakannya hidup Adam.
Trauma berdampak pada banyak hal, termasuk di antaranya memori, fokus, bahkan kesehatan. Hal ini juga terlihat pada diri Adam yang mulai kehilangan fokus pada pekerjaannya dan menyebabkan ia perlu \’dirumahkan sementara\’. Atas saran dari atasan Adam, Adam diminta untuk menemui tenaga profesional (dalam film ini yaitu seorang Psikolog) hingga keadaannya membaik sebelum Adam bisa kembali bekerja.
Para ilmuwan psikologi tentu sudah seringkali mendengar bahwa \”kita tidak bisa membantu orang yang tidak ingin dibantu\”. Menurut saya, karena dorongan ke Psikolog ini bukan dari kehendak Adam sendiri maka seperti yang sudah diperkirakan, sesi pertama diskusi Adam dengan Psikolognya tidak berjalan terlalu lancar (setidaknya menurut saya). Bahkan, jika boleh jujur, saya kurang cocok dengan cara Psikolog memperlakukan Adam. Ada setidaknya dua poin yang kurang cocok dengan saya:
1. Ketika Psikolog mengatakan bahwa ia sudah mendengar cerita hidup Adam dari atasan Adam.
Menurut saya ini bisa membuat kepercayaan klien berkurang. Jujur, saya pernah berhenti datang ke Psikolog karena Psikolog tersebut mengenal anggota keluarga saya dan mengetahui cerita yang bahkan belum saya ceritakan. Saya jadi merasa tidak aman, saya takut kalau apa yang saya sampaikan di ruang konseling akan tersebar sehingga saya memutuskan untuk berhenti datang. Dan saya yakin, bukan hanya saya yang pernah merasa demikian.
2. Ketika Psikolog menanggapi cerita Adam dengan kalimat \”Kalo kamu punya trauma itu bukan salah kamu, tapi menghadapi dan mengatasi trauma itu tanggung jawab kamu\” di pertemuan pertama.
Saya setuju dengan statement tersebut. Namun mengingat keadaan dari Adam yang datang bukan atas kemauan sendiri dan kondisi Adam yang masih sangat emosional, menurut saya bukan hal yang bijak untuk mengucapkan kalimat tersebut di pertemuan pertama. Bagi Adam, bahkan bercerita saja sulit, kemudian setelah selesai bercerita Psikolognya justru menambahkan \’beban\’ ke pundak Adam yang saya yakin sudah begitu lelah. Jika ini bukan film, saya ragu Adam akan kembali datang ke Psikolog tersebut.
Oh iya, teman-teman, perlu diketahui bahwa saat memori trauma muncul, bagian otak yang bertugas untuk memverbalisasikan kejadian (broca\’s area) akan menurun fungsinya, sementara sistem limbik yang menangani emosi akan aktif. Sehingga ketika orang trauma, sangat wajar jika orang tersebut tidak bisa menceritakan apa yang ia pikirkan/rasakan. Jadi, ketika seseorang sudah menceritakan traumanya, ketahuilah dia sudah melakukan hal yang sangat berat baginya. Alih-alih disepelekan, ada baiknya diapresiasi, akui perasaannya karena cerita itu tidak mudah 🙂
Kegagalan peran Psikolog dalam film ini terasa semakin nyata bagi saya setelah melihat bagaimana cara Adam mengatasi traumanya. Sesuai dengan judulnya, Adam mengatasi traumanya dengan balas dendam. Saya tidak berharap banyak, toh Adam memang hanya menjalani sesi konsultasi sebanyak 2x. Sangat ajaib jika trauma sedalam itu bisa disembuhkan hanya dengan 2x sesi. Tapi jujur, saya kecewa. Tapi lagi kalau Psikolognya berhasil, filmnya tentu tidak akan jadi 🙁
Sembari menulis ini, saya kembali teringat pada salah satu adegan sang Psikolog yang membuat saya semakin \’gemas\’, yaitu ketika Psikolog tersebut mengatakan \”yang menderita itu bukan cuma kamu\”, like- excuse me??? Saya mengerti bahwa setting percakapan tersebut terjadi di luar ruang konseling dan –MUNGKIN– Psikolog ini tidak berbicara dengan kapasitasnya sebagai seorang Psikolog. Namun menurut saya, bahkan jika ia memposisikan dirinya sebagai seorang \”teman\”, hal ini bukan hal yang enak untuk didengar alias \”ANJIR?????\” moment.
Mungkin satu-satunya hal yang bisa saya apresiasi dari sang Psikolog ini adalah ketika Psikolog ini menolak untuk memberikan informasi soal riwayat konsultasi Adam kepada Polisi dengan alasan kode etik. Mayan lah.
Mari kita sudahi bahasan mengenai Psikolog dalam film ini sebelum saya semakin menggebu-gebu. Sekarang saya akan beralih ke para perampok dalam cerita ini. Dalam cerita ini ada 3 perampok. Tidak dijelaskan dengan detail apakah para pelaku ini dihukum dengan sepantas dan seadilnya. Jika dinalar, menurut saya nampaknya hukuman untuk para perampok ini masih belum setimpal. Dalam kurun waktu 2 tahun, para perampok ini sudah kembali beraktivitas bahkan bekerja. Jika saya tidak salah ingat, dalam film mereka mengatakan bahwa mereka sudah bekerja setidaknya 6 bulan. Yang artinya jikapun mereka diadili dan dipenjara, mereka hanya dipenjara selama 1,5 tahun? The f*ck– make it make sense? Jika saya menjadi Adam (amit-amit), jelas saya akan dendam. Mungkin jika unsur keadilan ada di cerita ini, Adam tidak akan sedendam itu karena merasa -setidaknya- keadilan berpihak padanya. Tapi lagi-lagi, namanya juga film (huft).
Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya bahwa Adam akhirnya mengatasi traumanya dengan membalas dendam. Bagaimana caranya? Menganiaya dan membunuh para perampok tersebut. Jika dilihat dari sikap dan background Adam dengan mengesampingkan kejadian traumatis yang menimpanya, akan sulit dipercaya bahwa seorang Adam bisa melakukan hal ini (menganiaya dan membunuh). Namun jika mempertimbangkan trauma yang dialaminya, perilaku ini adalah perilaku yang bisa dipahami. Dua tahun silam ketika Adam dirampok, Adam diikat dengan lakban sementara perampok mengambil harta benda dan membunuh anak serta istri Adam. Ketika itu Adam ingin melawan namun tidak berdaya, sehingga ada respon yang tertahan. Respon yang tertahan/tidak selesai ini juga bisa disebut sebagai Truncated Response. Hal ini menimbulkan trauma yang sangat besar dan gejala-gejala trauma tetap terjadi di tubuh Adam. Menganiaya dan membunuh para perampok yang telah menyebabkan trauma dalam hidupnya, bisa jadi merupakan \’release\’ dari respon yang belum selesai tersebut. Apa harus seperti itu untuk \’release\’ respon yang tidak selesai? Tidak, ada banyak hal lain yang lebih adaptif untuk dilakukan. Tapi saya ingatkan lagi bahwa Psikolog dalam film ini tidak menyediakan \’ruang\’ untuk pertumbuhan ke arah yang lebih positif, dan lagi-lagi kalau hal ini dilakukan maka filmnya tidak jadi :))
Nah, ketika Adam akan menganiaya/membunuh para perampok, Adam akan bertanya \”masih inget sama saya?\” dan para perampok tersebut memiliki pola yang sama- di awal mereka tidak mengenali, tapi setelah beberapa waktu baru ingat. Selain itu, mereka bertiga juga mengatakan hal yang sama kepada Adam, kurang lebih mereka berkata bahwa; 1. Ini bukan kesalahan mereka / Mereka tidak ada niat membunuh–hanya merampok saja; 2. Mereka sudah berubah dan menjadi pribadi yang lebih baik; 3. Kejadian tersebut sudah berlalu selama dua tahun, dan seharusnya Adam sudah bisa \’move on\’. Hal ini membuat saya sedih karena memang pada kenyataannya seringkali para pelaku kejahatan bisa dengan mudah melupakan dan \’move on\’, sementara di sisi lain hidup sang korbannya tidak sama lagi.
Akhir kata, saya rasa kita seharusnya sepakat bahwa trauma adalah sesuatu yang perlu ditangani bukan dibiarkan. Kita tidak bisa serta merta menyuruh orang dengan trauma untuk \”get over it\” \”udahlah, move on aja kan sudah berlalu\”. Tubuh yang sudah terkena trauma akan memiliki respon yang berbeda. Ini bukan lagi soal pikiran atau perasaan, tapi tubuh secara keseluruhan. Ketika kita meminta seseorang untuk \”get over it\”, sama saja kita meminta orang tersebut untuk menolak perasaan trauma, sementara tubuhnya masih punya sisa rasa sakit. Sekarang, bagaimana mungkin kita menyembuhkan sesuatu yang kita tolak untuk rasakan? Solusi dari trauma tidak pernah sederhana, tidak mungkin ada yang sederhana soal trauma. Jika \’sembuh\’ diartikan sebagai kondisi awal sebelum trauma, maka saya mengatakan bahwa trauma tidak bisa sembuh. Namun saya percaya, manusia bisa tumbuh dan berkembang secara positif jika trauma tersebut diatasi dengan baik. Memang tidak kembali seperti semula, namun bisa bertumbuh.
Kalau teman-teman tertarik dengan bahasan seputar trauma, bisa cek lebih lanjut laman yang saya gunakan sebagai rujukan berikut:
Coping Trauma and Resiliency (pdf)
Mengenal Trauma (video)
The Truncated Response (pdf)