Kategori: Uncategorized

  • Berbalas Kejam: Opini Random

    \”Di otak saya selama 2 tahun terakhir, cuma itu ingatan saya. Dari mulai pintu rumah saya diketuk, saya buka pintunya, saya lihat ada 3 orang di sana. Saya ingat satu per satu mukanya, persis! Saya ingat semuanya. Istri saya meninggal di hadapan saya dan saya gabisa ngapa-ngapain, anak saya dibekep sampai nafasnya habis\”
    Begitu kira-kira salah satu dialog dari Adam (Reza Rahadian) ketika diminta untuk menceritakan ulang kejadian yang menimpanya 2 tahun lalu.
    Warning: Major Spoiler film\”Berbalas Kejam\”

    Berbalas Kejam adalah film bergenre thriller yang dirilis pada 16 Februari 2023. Film ini menceritakan tentang balas dendam seorang arsitek bernama Adam yang menyaksikan bagaimana istri dan anaknya terbunuh di depan matanya.

    Sebelum lanjut, perlu saya tekankan kembali bahwa tulisan ini mengandung major spoiler. Untuk yang berencana menonton filmnya, silakan bisa diskip (terus balik lagi pas udah selesai nonton wkwk).

    Poin utama dari film ini adalah trauma dan bagaimana cara Adam mengatasi trauma tersebut. Di sepanjang film, jujur saya sering terbawa suasana hingga menangis. Selain karena akting dari Reza Rahadian yang sudah tidak perlu diragukan lagi, penggambaran trauma dalam film ini bisa dibilang cukup akurat, di mana trauma ini muncul sebagai potongan-potongan adegan (flashback) yang seringkali tiba-tiba terlintas di memori Adam. Mengutip dari dr Jiemi Ardian, trauma memang tidak diingat sebagai runtutan kejadian awal, tengah, dan akhir tapi seperti flashback yang membuat individu tersebut kembali merasakan hal yang ia rasakan ketika kejadian trauma tersebut berlangsung.

    Hidup dalam trauma selama 2 tahun juga sangat tergambarkan dari setting film yang ditampilkan. Tidak hanya penampilan dari Adam yang berubah, namun bahkan isi rumahnya pun ikut berubah seakan-akan menunjukkan bahwa hidup Adam tidak pernah sama lagi setelah kejadian traumatis tersebut. Penggambaran rumah yang suram, gelap, dingin, berantakan sangat jelas tergambar dan terasa. Bunga yang tadinya segar terlihat layu, banyaknya gelas dan piring kotor yang dibiarkan, banyaknya baju-baju yang tergeletak di sana sini cukup menggambarkan seberapa berantakannya hidup Adam.

    Trauma berdampak pada banyak hal, termasuk di antaranya memori, fokus, bahkan kesehatan. Hal ini juga terlihat pada diri Adam yang mulai kehilangan fokus pada pekerjaannya dan menyebabkan ia perlu \’dirumahkan sementara\’. Atas saran dari atasan Adam, Adam diminta untuk menemui tenaga profesional (dalam film ini yaitu seorang Psikolog) hingga keadaannya membaik sebelum Adam bisa kembali bekerja.

    Para ilmuwan psikologi tentu sudah seringkali mendengar bahwa \”kita tidak bisa membantu orang yang tidak ingin dibantu\”. Menurut saya, karena dorongan ke Psikolog ini bukan dari kehendak Adam sendiri maka seperti yang sudah diperkirakan, sesi pertama diskusi Adam dengan Psikolognya tidak berjalan terlalu lancar (setidaknya menurut saya). Bahkan, jika boleh jujur, saya kurang cocok dengan cara Psikolog memperlakukan Adam. Ada setidaknya dua poin yang kurang cocok dengan saya:
    1. Ketika Psikolog mengatakan bahwa ia sudah mendengar cerita hidup Adam dari atasan Adam.
    Menurut saya ini bisa membuat kepercayaan klien berkurang. Jujur, saya pernah berhenti datang ke Psikolog karena Psikolog tersebut mengenal anggota keluarga saya dan mengetahui cerita yang bahkan belum saya ceritakan. Saya jadi merasa tidak aman, saya takut kalau apa yang saya sampaikan di ruang konseling akan tersebar sehingga saya memutuskan untuk berhenti datang. Dan saya yakin, bukan hanya saya yang pernah merasa demikian.

    2. Ketika Psikolog menanggapi cerita Adam dengan kalimat \”Kalo kamu punya trauma itu bukan salah kamu, tapi menghadapi dan mengatasi trauma itu tanggung jawab kamu\” di pertemuan pertama.
    Saya setuju dengan statement tersebut. Namun mengingat keadaan dari Adam yang datang bukan atas kemauan sendiri dan kondisi Adam yang masih sangat emosional, menurut saya bukan hal yang bijak untuk mengucapkan kalimat tersebut di pertemuan pertama. Bagi Adam, bahkan bercerita saja sulit, kemudian setelah selesai bercerita Psikolognya justru menambahkan \’beban\’ ke pundak Adam yang saya yakin sudah begitu lelah. Jika ini bukan film, saya ragu Adam akan kembali datang ke Psikolog tersebut.

    Oh iya, teman-teman, perlu diketahui bahwa saat memori trauma muncul, bagian otak yang bertugas untuk memverbalisasikan kejadian (broca\’s area) akan menurun fungsinya, sementara sistem limbik yang menangani emosi akan aktif. Sehingga ketika orang trauma, sangat wajar jika orang tersebut tidak bisa menceritakan apa yang ia pikirkan/rasakan. Jadi, ketika seseorang sudah menceritakan traumanya, ketahuilah dia sudah melakukan hal yang sangat berat baginya. Alih-alih disepelekan, ada baiknya diapresiasi, akui perasaannya karena cerita itu tidak mudah 🙂

    Kegagalan peran Psikolog dalam film ini terasa semakin nyata bagi saya setelah melihat bagaimana cara Adam mengatasi traumanya. Sesuai dengan judulnya, Adam mengatasi traumanya dengan balas dendam. Saya tidak berharap banyak, toh Adam memang hanya menjalani sesi konsultasi sebanyak 2x. Sangat ajaib jika trauma sedalam itu bisa disembuhkan hanya dengan 2x sesi. Tapi jujur, saya kecewa. Tapi lagi kalau Psikolognya berhasil, filmnya tentu tidak akan jadi 🙁

    Sembari menulis ini, saya kembali teringat pada salah satu adegan sang Psikolog yang membuat saya semakin \’gemas\’, yaitu ketika Psikolog tersebut mengatakan \”yang menderita itu bukan cuma kamu\”, like- excuse me??? Saya mengerti bahwa setting percakapan tersebut terjadi di luar ruang konseling dan –MUNGKIN– Psikolog ini tidak berbicara dengan kapasitasnya sebagai seorang Psikolog. Namun menurut saya, bahkan jika ia memposisikan dirinya sebagai seorang \”teman\”, hal ini bukan hal yang enak untuk didengar alias \”ANJIR?????\” moment.

    Mungkin satu-satunya hal yang bisa saya apresiasi dari sang Psikolog ini adalah ketika Psikolog ini menolak untuk memberikan informasi soal riwayat konsultasi Adam kepada Polisi dengan alasan kode etik. Mayan lah.

    Mari kita sudahi bahasan mengenai Psikolog dalam film ini sebelum saya semakin menggebu-gebu. Sekarang saya akan beralih ke para perampok dalam cerita ini. Dalam cerita ini ada 3 perampok. Tidak dijelaskan dengan detail apakah para pelaku ini dihukum dengan sepantas dan seadilnya. Jika dinalar, menurut saya nampaknya hukuman untuk para perampok ini masih belum setimpal. Dalam kurun waktu 2 tahun, para perampok ini sudah kembali beraktivitas bahkan bekerja. Jika saya tidak salah ingat, dalam film mereka mengatakan bahwa mereka sudah bekerja setidaknya 6 bulan. Yang artinya jikapun mereka diadili dan dipenjara, mereka hanya dipenjara selama 1,5 tahun? The f*ckmake it make sense? Jika saya menjadi Adam (amit-amit), jelas saya akan dendam. Mungkin jika unsur keadilan ada di cerita ini, Adam tidak akan sedendam itu karena merasa -setidaknya- keadilan berpihak padanya. Tapi lagi-lagi, namanya juga film (huft).

    Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya bahwa Adam akhirnya mengatasi traumanya dengan membalas dendam. Bagaimana caranya? Menganiaya dan membunuh para perampok tersebut. Jika dilihat dari sikap dan background Adam dengan mengesampingkan kejadian traumatis yang menimpanya, akan sulit dipercaya bahwa seorang Adam bisa melakukan hal ini (menganiaya dan membunuh). Namun jika mempertimbangkan trauma yang dialaminya, perilaku ini adalah perilaku yang bisa dipahami. Dua tahun silam ketika Adam dirampok, Adam diikat dengan lakban sementara perampok mengambil harta benda dan membunuh anak serta istri Adam. Ketika itu Adam ingin melawan namun tidak berdaya, sehingga ada respon yang tertahan. Respon yang tertahan/tidak selesai ini juga bisa disebut sebagai Truncated Response. Hal ini menimbulkan trauma yang sangat besar dan gejala-gejala trauma tetap terjadi di tubuh Adam. Menganiaya dan membunuh para perampok yang telah menyebabkan trauma dalam hidupnya, bisa jadi merupakan \’release\’ dari respon yang belum selesai tersebut. Apa harus seperti itu untuk \’release\’ respon yang tidak selesai? Tidak, ada banyak hal lain yang lebih adaptif untuk dilakukan. Tapi saya ingatkan lagi bahwa Psikolog dalam film ini tidak menyediakan \’ruang\’ untuk pertumbuhan ke arah yang lebih positif, dan lagi-lagi kalau hal ini dilakukan maka filmnya tidak jadi :))

    Nah, ketika Adam akan menganiaya/membunuh para perampok, Adam akan bertanya \”masih inget sama saya?\” dan para perampok tersebut memiliki pola yang sama- di awal mereka tidak mengenali, tapi setelah beberapa waktu baru ingat. Selain itu, mereka bertiga juga mengatakan hal yang sama kepada Adam, kurang lebih mereka berkata bahwa; 1. Ini bukan kesalahan mereka / Mereka tidak ada niat membunuh–hanya merampok saja; 2. Mereka sudah berubah dan menjadi pribadi yang lebih baik; 3. Kejadian tersebut sudah berlalu selama dua tahun, dan seharusnya Adam sudah bisa \’move on\’. Hal ini membuat saya sedih karena memang pada kenyataannya seringkali para pelaku kejahatan bisa dengan mudah melupakan dan \’move on\’, sementara di sisi lain hidup sang korbannya tidak sama lagi.

    Akhir kata, saya rasa kita seharusnya sepakat bahwa trauma adalah sesuatu yang perlu ditangani bukan dibiarkan. Kita tidak bisa serta merta menyuruh orang dengan trauma untuk \”get over it\” \”udahlah, move on aja kan sudah berlalu\”. Tubuh yang sudah terkena trauma akan memiliki respon yang berbeda. Ini bukan lagi soal pikiran atau perasaan, tapi tubuh secara keseluruhan. Ketika kita meminta seseorang untuk \”get over it\”, sama saja kita meminta orang tersebut untuk menolak perasaan trauma, sementara tubuhnya masih punya sisa rasa sakit. Sekarang, bagaimana mungkin kita menyembuhkan sesuatu yang kita tolak untuk rasakan? Solusi dari trauma tidak pernah sederhana, tidak mungkin ada yang sederhana soal trauma. Jika \’sembuh\’ diartikan sebagai kondisi awal sebelum trauma, maka saya mengatakan bahwa trauma tidak bisa sembuh. Namun saya percaya, manusia bisa tumbuh dan berkembang secara positif jika trauma tersebut diatasi dengan baik. Memang tidak kembali seperti semula, namun bisa bertumbuh.

    Kalau teman-teman tertarik dengan bahasan seputar trauma, bisa cek lebih lanjut laman yang saya gunakan sebagai rujukan berikut:
    Coping Trauma and Resiliency (pdf)
    Mengenal Trauma (video)
    The Truncated Response (pdf)

  • Narcissists in Disguise

    \”Did you hear my covert narcissism I disguise as altruism like some kind of congressman?\”
    Are you familiar with those phrases? Yes, swifties, I got you!
    So what does it mean? No worries, keep scrolling down to know the answer :))

    Admit it, when we hear the word \’narcissism\’ most of us would automatically be thinking about a person who is self-centered, arrogant, and usually an attention seeker. But just like most of personality disorders, narcissism exists on a spectrum. It means this disorder includes a range of linked conditions which makes it difficult for individuals to recognize narcissistic traits within themselves and others. However, experts split narcissism personality disorder (NPD) into two subtypes; grandiose narcissism (also known as overt narcissism) and vulnerable narcissism (also known as covert narcissism; introverted narcissism; fragile narcissism). Yes, vulnerable. This term tends to be used by the researchers as people with this subtype of NPD appear to lack self-confidence.

    2018 study found that people with overt narcissism tended to have higher levels of self-esteem, while those with covert narcissism had lower scores. People with overt narcissism are typically extroverted, bold, and attention-seeking. While the covert subtype is less obvious, they may come across as shy, withdrawn, or self-deprecating. However, they will still be self-absorbed and believe that they are better than other people.

    Carder Stout, a Los Angeles-based psychologist explained that covert types are narcissists in disguise. He also said that covert narcissist believe adamantly in their own inflated self-importance and intelligence, yet they do not reveal it willingly and are also marked by insecurity, depression, and anxiety.

    Okay, now we got the understanding about covert narcissism. How about altruism?

    Based on APA (American Psychological Association), altruism is an apparently unselfish behavior that provides benefit to others at some cost to the individual. In humans, it covers a wide range of behaviors, including volunteerism and martyrdom, but the degree to which such behaviors are legitimately without egoistic motivation is subject to debate.

    Covert narcissism disguise as altruism– the covert narcissist that may be doing good things to other people for praise, admiration or just to get ahead in life.

    This type of people can be called as \”Altruistic Narcissist\”. Altruistic narcissist is a person who excessively helps others because they have a strong need to be needed and appreciated. This type of narcissist is often found in helping professions such as healthcare, teaching, or social work. Altruistic narcissists often feel empty and worthless unless they are doing something to help others. This can lead to them becoming codependent on the people they are helping.

    Moreover, researchers have found that altruistic narcissists are more prone to Machiavellianism, a personality trait characterized by manipulation and a lack of empathy. This means that they may use their helping behavior to control or take advantage of other people.

    In conclusion, covert narcissism disguised as altruism most likely talking about an altruistic narcissist who cares about others and wants to help but also has a strong sense of self-importance. As Dr Albers said, instead of coming from a genuine place of wanting to help, altruistic narcissist may be doing these things to seek attention and gratitude and appear as a really great person.

    If you are interested to know more about the topic, you can check the sources below:
    What Is A Covert Narcissist? How to Understand This Personality Disorder
    Signs of Covert Narcissism
    What Is Covert Narcisissm?
    What Is An Altruist Narcissist? Tips to Deal
    The Bright, The Dark, and The Blue Face of Narcissism
    APA Dictionary of Psychology

  • My Dearest, Angelica

    I was casually scrolling through my Tiktok\’s \”For You\” page when I stumbled upon a video about this Broadway Production of Hamilton. I was instantly falling in love with the lyrics, like \”Gosh! That\’s so romantic?!\”

    Hamilton is a sung-and-rapped-through musical with music, lyrics, and a book by Lin-Manuel Miranda, based on the 2004 book Alexander Hamilton by Ron Chernow. The musical tells the story of American Founding Father Alexander Hamilton. This musical is famous for its poetic verses. But, the one I want to talk about today is the story of a letter sent by Alexander Hamilton to Angelica Schuyler (aka Angelica Church) as told in \”Take a Break\”, because this specific lyrics was the one that caught my attention for the first time. I am talking about these lyrics:

    \”In a letter I received from you two weeks ago
    I noticed a comma in the middle of a phrase
    It changed the meaning, did you intend this?
    One stroke and you\’ve consumed my waking days,
    It says \”My dearest Angelica\”
    With a comma after the \”dearest\”
    You\’ve written \”My dearest, Angelica\”

    For me, it proves how powerful language and all its elements can be. Yes, I am especially talking about the punctuation here. And comma is one of the most important and common punctuation marks (and often misused) in writing. As you can see from the lyrics above, one comma could change everything.

    In the musical, the comma is not a typo nor a grammatical error. It was intentional, it was the way Hamilton flirted with Angelica– his sister-in-law. Even Lin-Manuel Miranda (the writer) himself refers this as \”comma sexting\”.

    If you don\’t get it, \”My dearest Angelica\” means my dearest person named Angelica, while \”My dearest, Angelica\” means my dearest person ever 😉

    In this digital age, where short-form conversations prevail, it is not strange for people to look at a message once, twice, thrice – trying to decode what the other is saying, or what is not being said. I also think that punctuation is indeed critical to translation.

    Oh, and if you are wondering like me when you read that Angelica is Hamilton\’s sister-in-law, rather than his lover, you can keep reading, hehe.

    I was enchanted when I read the lyrics and I can\’t help to start to look up about the story. I was surprised when I found out that Angelica is Hamilton\’s sister-in-law. Mind you, I am against the idea of cheating, so yeah, this kinda make me upset hahaha. Fortunately, I found a blog talking about this.

    From that blog, it was said that Hamilton never wrote “My dearest Angelica,” with or without a comma. (He did write “my dear Angelica” in three letters between 1794 and 1803). The inspiration for that verse clearly comes from an exchange between Angelica Church and Alexander Hamilton in 1787. In the first letter, Church wrote:

    You had every right my dear brother to believe that I was very inattentive not to have answered your letter; but I could not relinquish the hopes that you would be tempted to ask the reason of my Silence, which would be a certain means of obtaining the second letter when perhaps had I answered the first, I should have lost all the fine things contained in the Latter. Indeed my dear, Sir if my path was strewed with as many roses, as you have filled your letter with compliments, I should not now lament my absence from America: but even Hope is weary of doing any thing for so assiduous a votary as myself. I have so often prayed at her shrine that I am now no longer heard. Church’s head is full of Politics, he is so desirous of making once in the British house of Commons, and where I should be happy to see him if he possessed your Eloquence.

    Hamilton wrote back in December:

    You ladies despise the pedantry of punctuation. There was a most critical comma in your last letter. It is my interest that it should have been designed; but I presume it was accidental. Unriddle this if you can. The proof that you do it rightly may be given by the omission or repetition of the same mistake in your next.

    So Mr. Church resolves to be a parliament-man. I had rather see him a member of our new Congress; but my fervent wish always is that much success may attend all his wishes. I am sincerely attached to him as well as to yourself.

    Hamilton signed that letter “Adieu ma chere, soeur” (Adieu my dear, sister), to drive home the joke about punctuation.

    In any event, it was Hamilton, not Church, who read meaning into a misplaced comma and wondered what it meant about the other’s affections. Hamilton even invited Church to repeat the “the same mistake” in her next letter. If she did, that document is lost. The next letter we have is from late 1789, and Church wrote:

    Adieu my dear Brother, may god bless and protect you, prays your ever affectionate Angelica ever ever yours. . . . Adieu my dear Hamilton, you said I was as dear to you as a sister keep your word, and let me have the consolation to believe that you will never forget the promise of friendship you have vowed. A thousand embraces to my dear Betsy, she will not have so bad a night as the last

    No commas out of place there, plus a mention of his wife and of “the promise of friendship…as a sister”. Angelica Church wrote that letter just as she finished a visit to New York without her husband, and some authors think that was when she and Hamilton consummated an affair. But it’s impossible to know.

    In conclusion, their relationship was still unknown. But I kinda relieved, at least I got a little bit of hope (sorry not sorry).

    If you are interested, you can also found the letter in government\’s archives HERE 🙂

  • Thank you

    Hai, apa kabar? Semoga selalu dalam keadaan baik ya, kalaupun suasana hatinya lagi gak baik semoga raganya masih sehat, masih berfungsi dengan baik dan bisa membantu kamu untuk terus menjalani hari-hari kamu.
    Ew, cringe banget.

    Tapi serius, aku harap semua yang baca tulisan ini– atau siapapun supaya selalu bahagia dan/atau sehat.

    Jujur, beberapa waktu terakhir ini sangat berat buat aku. Saking beratnya sampai bikin aku gak bisa berfungsi dengan baik, gak bisa berpikir dengan baik, semuanya berantakan dan akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke Psikolog. Dari sana aku tau bahwa selama 8 tahun ini ternyata aku membawa beban yang bikin aku sedih berkepanjangan, merasa bersalah dan menghalangi aku untuk melangkah. Hal ini aku kubur dengan baik sampai akhirnya meledak ketika udah waktunya. Untungnya aku minta bantuan profesional ketika aku masih \’ok\’, aku gak tau apa yang bakal terjadi kalo aku mengabaikan ini dan menunggu 8 tahun berikutnya.

    Masalahku belum selesai bahkan ketika aku ngetik saat ini. Tapi aku sudah berhenti ke psikolog karena aku merasa sudah cukup baik dan aku tau yang bisa menyelesaikan masalah ini ya diri aku sendiri. Nah, hal yang membantu aku untuk kembali berfungsi dengan baik walau masih ada unfinished business yaitu: mindfulness dan bersyukur.

    Anak psikologi pasti udah familiar banget sama mindfulness, bahkan mungkin udah eneg. Tapi walau familiar pun gak menjamin bisa ngelakuinnya karena memang mindfulness terutama di hustle culture kayak sekarang ini susaaaahhh banget, asli gak boong. Buat yang belum tau, mindfulness adalah salah satu jenis meditasi yang dapat melatih seseorang untuk fokus terhadap keadaan sekitar dan emosi yang dirasakan serta menerimanya secara terbuka. Manfaat meditasi mindfulness tidak hanya sebatas kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental (dikutip dari alodokter). Inti dari mindfulness adalah ketika kita menyadari keadaan saat ini dan kini. Inget ya; saat ini dan kini. Bukan tahun lalu, bukan 3 menit lalu, bukan juga besok Senin atau tahun depan, tapi sekarang, saat ini.

    Seringkali kita terlalu fokus akan masa lalu dan menyesali apa yang terjadi atau fokus ke masa depan dan mengkhawatirkan apa yang akan terjadi sampai kita lupa akan saat ini, padahal diri kita adanya di saat ini, bukan di masa lalu atau masa depan. Kadang yang perlu kita lakukan itu cuma diam dan bernapas, sadari napas kita yang terus mengalir, sadari lantai yang kita pijak, sadari suara yang masuk ke telinga, nikmati momen saat ini. Cobain deh, kalo susah buka mata ya tutup mata aja sambil napas pelan pelan, gak usah sambil mikir apa-apa. Kalau pikiran udah mulai traveling, balikin lagi, inget kalo kita lagi napas aja.

    Biasanya mindfulness ini bisa bantu aku ngurangin sedikit anxiety. Tapi kalo buat aku mindfulness gak bisa berjalan sendiri karena gak cukup, aku masih cemas, masih takut menjalani hari. Jadi psikolog aku ngasih tips untuk selalu berdoa begini setiap pagi: \”Ya Tuhan, pertemukanlah aku dengan orang-orang baik yang bisa membawa dampak baik bagi diriku dan aku juga bisa membawa dampak baik untuk mereka. Jika memang aku harus bertemu dengan orang yang tidak menyenangkan, semoga aku bisa mengatasinya dan tidak terlalu lama mengganggu pikiranku.\” Buat aku yang tadinya fokus ke hal negatif ketika berdoa, contoh \”Ya Allah semoga hari ini gak ketemu orang nyebelin\”, ngubah kalimat doa menjadi lebih positif ini manjur banget. Aku jadi percaya bahwa masalah yang aku hadapi setiap hari adalah hal yang baik dari orang yang baik dan bawa efek baik untuk aku.

    Selanjutnya yang lagi-lagi membantu aku untuk mulai berfungsi lagi adalah bersyukur. Bukan maksud aku ngegampangin masalah dan menganggap masalah bisa selesai hanya dengan bersyukur ya. Maksud aku bersyukur di sini juga berterima kasih sama diri sendiri. Karena sering kali kita lupa untuk berterima kasih sama diri kita. Hayo udah berterima kasih belum sama diri kamu sendiri? Aku waktu denger ini agak cringe karena aku mikir \”lah gue ga ngapa-ngapain masa gue terima kasih, gak pantes rasanya\”, tapi kalo dipikir lagi berarti aku jahat banget ya… Padahal diri aku bukan punya aku, semua yang ada ini punya Tuhan, mereka kerja untuk aku, tapi aku terima kasih aja berat. Jantung masih bekerja mompa darah ke seluruh tubuh aku, tangan masih bisa dipake buat ngetik, ambil gelas, ngelus kucing, kaki masih bisa dipake lari, jalan, nendang ujung meja, mata masih bisa dipake nonton anime. Literally semuanya ngebantu aku sampai saat ini, tapi aku gak pernah bilang terima kasih. Jadi sejak saat itu aku mulai berterima kasih sama diri aku sendiri karena aku pantes untuk itu. Kita semua pantes.

    Hal-hal ini gak pasti work untuk semua orang, tapi worth to try. Misalnya ada yang merasa hal ini gak mempan dan merasa hidupnya berat banget, jangan ragu untuk minta bantuan profesional ya! Kalau mau ngobrol atau nanya-nanya sama aku soal cara ke psikolog dan hal lainnya juga boleh banget. Aku mungkin gak paham dengan pasti apa yang kamu rasakan, karena aku bukan kamu. Tapi aku juga pernah ngalamin sedih, hampa, hopeless, ngejalanin hidup cuma karena belum mati, ngerasa gak punya mimpi dan harapan. Aku juga masih berproses untuk menyelesaikan masa lalu aku, nyembuhin luka aku. Aku mau kamu tau kalau kamu gak menderita sendirian, semua orang punya lukanya sendiri-sendiri. Beberapa luka mungkin lebih sulit untuk disembuhkan dan itu gapapa, pasti ada jalan untuk nyembuhinnya.


    Hey! If you keep hanging your head like that, you won\’t be able to see the things you can see
    Look up at the sky, keep your head up!
    Hey! What do you think of the sky you see?
    Someday, like that shining star
    You will also shine

  • Kurus itu Cantik?

    \"\"
    image from adobe stock

    Gak jarang gue baca atau denger orang bilang \”enak ya jadi orang kurus\” atau ketika liat baju bagus terus orang bilang \”kalo di orang kurus mah pasti bagus!\”. Gue kayak \”masa sih?\”. Kalo kurus sebaik itu, gue bangga banget deh. Tapi nyatanya, society ini selalu punya cara untuk buat individu ini insecure (atau guenya aja yang sensitif, gatau deh, tapi gue yakin bukan gue sendiri yang ngerasain hal ini)– terlepas dari bagaimanapun penampilannya.

    Karena gue kurus, jadi gue mau nulis dengan perspektif orang kurus (lebih tepatnya postingan ini berisi curhatan). Gue yakin orang lain dengan body type yang lain juga punya strugglenya masing-masing tapi gue ga berani nulis karena gue gatau pasti strugglenya seperti apa, gue coba ngertiin pun ga akan sama rasanya seperti perasaan mereka.

    Jadi, apa bener kurus itu cantik? Pada dasarnya semua individu itu cantik dan unik–kita cantik dengan cara kita masing-masing. Tapi banyak juga yang terus merasa kurang, termasuk gue dan mungkin juga kalian yang baca tulisan ini. Salah satu yang jadi sumber kecemasan gue, keinferioran gue ya karena kurus. Sejak sekolah gue emang kurus, badan gue kecil, kayanya kalo sekarang gue ngaku anak SMP juga orang mah percaya aja haha.

    Sebenernya awalnya biasa aja, sampe orang-orang mulai komentar \’harusnya begini\’ \’harusnya begitu\’ dan gue mulai ngerasa \”oh.. ternyata ada yang salah ya sama gue?\”. Jangan kira gue gak berusaha, dari sekolah gue sering dikasih vitamin penambah nafsu makan, minuman penggemuk badan, dan apalah yang embel-embelnya menggemukkan dengan harapan gue akan memenuhi standar masyarakat, memenuhi apa yang orang lain mau liat dari gue– walau gue sendiri kesiksa banget jalaninnya. Berhasil gak? Nggak! Banyak cara gue coba tapi karena gak ngefek jadi gue berhenti. Capek juga ngikutin maunya orang lain.

    Butuh bertahun-tahun untuk gue bisa percaya diri sama diri gue. Sampe sekarang pun gue masih merasa inferior. Gue takut dan gak nyaman banget kalo gue harus kumpul sama orang-orang yang gue kenal atau akan gue kenal karena orang-orang itu merasa gapapa untuk ngomong apa yang ada di pikiran mereka ke gue, mereka merasa kenal atau deket sama gue jadi mereka santai aja ngomong apa yang mereka mau omongin termasuk komentarin badan gue. Contohnya ketika lebaran, gue gak suka banget ngumpul-ngumpul karena gue bakal banyak denger kalimat berikut \”loh kakaknya kok kecil?\” \”yaampun udah kerja tapi masih kecil ya\” \”pasti makannya susah\” \”mbak kurus banget sih\”. Sedih banget, orang-orang terdekat yang seharusnya bisa mengerti gue malah bisa jadi salah satu sumber anxiety gue. Jujur gue nulis ini sambil nangis wkwk lebay banget tapi sedihnya kerasa.

    Sampe sekarang kalo mau pake baju atau bahkan sekedar posting foto di social media aja gue mikir dulu karena takut sama komentar orang lain. Berulang kali gue yakinin diri gue \”I am pretty. I am pretty and no matter what people say, I am the one who know me the most\”. Sekarang udah agak lumayan, tapi kalo di jam-jam overthinking atau lagi sensitif ya tetep insecure dan archive atau hapus foto-foto yang udah diupload. Dari yang ngomong \”Gue cantik banget deh\” jadi \”Anj lu pede banget ngupload ginian. Apus aja lah apus\” 🙂

    Oh iya, kalian yang kurus pernah ga ngalamin ketika temen kalian out of nowhere ngelingkarin jarinya di pergelangan tangan kalian buat ngukur seberapa kecilnya pergelangan tangan kalian? Kalo pernah, gue juga pernah wkwk. Gak cuma pergelangan tangan, kadang lingkar paha juga dikomentarin. Diikuti dengan kalimat \”yaampun/ya allah/ ya tuhan (pilih sendiri yang sesuai) kecil banget!\”, biasanya gue bakal jawab dengan \”ya iyalah, kan badan aku kecil, kalo tangan/kakinya gede ya serem wkwkwk\”. Gak deng, ketawa gue di real life gak \”wkwkwk\” tapi \”hahaha\”. Iya, mulutnya aja \”hahaha\” dalem hati mah \”huhuhu kenapa si lu mesti ngomong gitu? tanpa lu gituin juga gue tau kok tangan/kaki gue kecil. Dipikir gue idup ga pernah sadar apa gimana sampe lu ngerasa perlu ngomong kaya gitu ke gue? :\’)\”. Tambah kesel lagi kalo diikutin dengan kalimat \”gedein dong\” atau \”gemukin dong\”, biasanya kalo udah kaya gini gue gabisa nahan lagi. Kayak… lo pikir gue ga pengen gemuk gitu? Lo pikir gue perlu diomongin kaya gitu? Kalo lo gatau, gue kasih tau: gak perlu. Gue gak butuh disuruh-suruh, bukannya pengen gemuk malah pengen mukul.

    Tapi sebenernya gue penasaran juga deh, orang-orang yang komentar seperti ini sebenarnya mikir apa ya? Kan kita berkomunikasi pasti ada tujuannya, nah kalian yang suka komentar seperti ini sebenarnya ingin menyampaikan pesan apa sih? Murni pengen bilang \”lo kurus tau ga si\” atau gimana? Dan ekspektasi kalian, lawan bicara kalian akan respon gimana?

    Kalo dipikir-pikir sebenernya gue seneng sekarang orang udah mulai aware sama yang namanya body shaming. Tapi gue juga mau ingetin kalo body shaming itu bukan hanya ketika kalian ngatain orang gemuk ya sobat, kalian ngatain body type apapun ya masuk body shaming. Apalagi ketika komentar kalian itu gak diminta, annoying banget. Kalo gue sih mending temenan sama orang gemuk/kurus (nothing wrong with it tho) daripada orang yang suka komentar gak penting. Orang gemuk/kurus gak ngerugiin masyarakat, tapi mulut yang ga ditata bisa jadi sumber penyakit buat orang lain. Anjayy.

    Selain harus berkutat dengan mulut warga yang kurang tertata, ada lagi struggle orang kurus: nyari celana yang sesuai di pinggang. Sumpah ya kalo ke toko baju atau online store terkadang ada aja section \”Big size\” atau \”Plus size\” tapi gue gak pernah nemu section Small Size, \”kan ada section anak-anak!\” duh… Maksud gue small size untuk orang-orang kaya gue, yang terlalu besar untuk ukuran anak-anak tapi terlalu mungil untuk ukuran orang dewasa gitu. Lagian style anak-anak sama orang dewasa kan beda ya, nyari celana jeans di section anak-anak mah susah nemu yang polos, nemunya yang bordiran bunga-bunga bertuliskan \”rodeo girl\”.

    Makanya selain pengen bikin shelter kucing gue jadi punya cita-cita baru, mau bikin clothing brand khusus orang-orang bersize tanggung! Terutama buat orang-orang yang nemu celana panjangnya pas tapi pinggangnya kegedean atau orang-orang yang setiap beli celana harus divermak dulu. I feel you guys! We are in this together!!

    Tapi positifnya, karena gue ngerasain hal ini, gue jadi selalu mikir dulu setiap mau ngomong sama orang apalagi ketika saran gue gak diminta karena bisa aja yang gue omongin ini gak berkenan di hati orang lain. Sebenernya dulu ada masanya gue mikir \”ah orang aja bisa gitu ke gue, berarti gue juga gapapa lah gitu sama orang lain\”, tapi seiring berjalannya waktu ya alhamdulillah otak gue berkembang sedikit dan gue sadar kalo hal itu nyakitin, jahat banget gue kalo udah tau sakitnya gimana dan gue malah ngelakuin itu ke orang lain ya kan. Gue yakin gue juga pasti sering luput, kalo ada kata-kata gue yang pernah nyakitin kalian, gue minta maaf banget, I was stupid and I am learning to be better.

    Gue harap semakin banyak orang yang punya empati sama orang lain. Bisa dimulai dari mikir dulu sebelum ngomong atau komentar, kalo gak bisa ngerasain yang dirasain orang lain mungkin kalian bisa bayangin kalo situasi itu berbalik ke diri kalian, kalian suka gak digituin? Kalo gak suka ya jangan lakuin ke orang lain. Kalo kalian tipe orang yang \”ah, gue digituin biasa aja tuh! dia aja yang baper\” ya udah kita gak usah temenan ya hehehe.

    Walau gue punya segudang pengalaman buruk bahkan mempengaruhi kepercayaan diri gue sampe sekarang, gue juga punya temen-temen yang suportif, tentu gak bisa gue sebutin satu-satu, but please know that I love you guys so much. Walau mungkin kita jarang komunikasi, tapi makasih banyak udah nerima gue jadi temen kalian terlepas dari penampilan dan sifat gue yang kaya gini, yang mungkin kadang ga sependapat sama kalian, yang mungkin kadang menyebalkan, makasih banget udah nerima semua itu.

    Buat orang-orang yang masih sadar ga sadar ngelakuin body shaming, gue percaya kalo orang bisa berubah. Jangan ragu untuk mulai berbuat baik ke orang lain dimulai dari being considerate of other people\’s feelings 🙂

    Kemudian buat yang kelakuannya gini dan ga ngerasa salah yaa I got nothing left to say to you sih._.

  • A Letter I\’ll Never Be Able to Send.

    Banyak hal terjadi di hidup gue, yang semuanya berkontribusi membentuk gue yang sekarang. Salah satu momen dalam hidup yang bener-bener mengubah gue adalah ketika Papa dipanggil sama Tuhan. The saying \”You dont know what you have until it\’s gone\”, I really didn\’t know before I lost it all. I thought it would be like a huge wave crashing down, but my entire galaxy is crumbling…

    Seriously, masa kecil hingga remaja gue banyak diisi dengan memori sama Papa. Hidup gue fokus ke Papa, jadi bisa dibayangkan betapa hancurnya gue ketika gue kehilangan Papa, rasanya kayak kehilangan diri gue sendiri. Sampai sekarang banyak yang masih ngerasa semua itu cuma mimpi, karena everything happened too fast. Yah gue juga kadang berharap ini cuma mimpi, tapi… Kalau Papa masih ada, mungkin gue nggak akan jadi gue yang sekarang kan? Mungkin gue masih jadi anak yang apatis sama lingkungan, manja sama bokap, dan agak songong (wkwkwk sadar diri ceritanya).

    Hari ini gue memutuskan untuk nulis ini karena gue mau memori gue tentang Papa gak hilang gitu aja.

    To you, who I can no longer reach, I write our past memories here. And even if someday they are all forgotten, to me who went through it all with you, you are my everything <3

    Oh, dan please jangan kasianin gue. Keep your feel to yourself, karena tulisan ini bukan untuk mengundang kasihan orang lain. Gue sedih, tapi gue gak suka dikasihanin, lagipula memori gue tentang Papa indah semua, jadi menurut gue kayaknya gue gak pantes aja dikasianin.

    Usia Papa waktu dipanggul Tuhan itu 39 tahun, muda kan? Iya emang, kata orang Tuhan suka ambil orang baik lebih dulu. Dan gue percaya Papa adalah orang baik. Di hidupnya yang singkat itu dipenuhi banyak hal yang bener-bener worth it. Bahkan hal-hal kecil tentang beliau, yang kebanyakan baru gue tau ketika beliau udah gak ada semakin buat gue kagum. He is my first idol, panutan gue dalam segala hal. Yes, manusia emang gak sempurna, tapi ketika melihat idola lo pasti cenderung liat yang baik-baiknya kan? Dan gue mau menuliskan itu di sini.

    Gue ini anak pertama perempuan, kata orang Papa itu sayaaaang banget sama gue. Well, Papa itu orangnya emang penyayang, jadi ya gue percaya dong hahaha. Sejak kecil gue dilatih untuk terbuka sama Papa. Setiap pulang sekolah, Papa pasti nanya \”gimana hari ini?\” kemudian gue (dan adek gue) bakal rebutan cerita panjang x lebar. Karena udah terbiasa, hari hari jadi ga perlu ditanyain udah cerita duluan. Saking bucinnya gue tuh sering nungguin Papa depan pintu toilet karena gak sabar pengen cerita! Kebayang gak betapa annoyingnya gue? Hahaha tapi Papa ga pernah keliatan kesel!!! Setelah dewasa gue tau Papa gak dengerin gue 100%, tapi selalu berhasil nangkep key point cerita gue dan akan diinget terus. Hal itu bikin gue ngerasa kalo Papa bener bener dengerin gue, I put all my trust to him lah pokoknya. Menurut gue itu keren banget, gak semua orang bisa ngelakuin hal itu.

    Another story, ketika gue SD nilai PKn gue ancuuuur banget. Ujian aja gue cuma dapet 6, dan pasti dikomentarin sama Papa. Gue yang masih kecil dulu berdalih \”yah Pa, kan cuma PKn, agama Gita 9 kok! Yang penting kan agamanya\”, terus Papa bilang gini \”Mbak, hidup itu harus seimbang. Gak bisa kalo kamu cuma jalan dengan agama aja tapi gaada moralnya, sama aja bohong dong.\” Plis, jangan bayangin ini dengan nada serius karena ketika itu obrolan ini adalah obrolan ringan yang artinya baru gue dapetin sekarang hehehe. Papa itu seriiiing banget ngingetin gue kalo dalam hidup harus menjaga hubungan dengan Tuhan dan hubungan sesama manusia yang mana menurut gue hal itu amat sangat relevan saat ini. Ketika ngeliat orang \’mabok\’ agama, gue bener-bener langsung inget kata-kata Papa.

    Pernah juga ketika gue beli jajan di sekolah tapi gak sempet gue makan, jadi gue makan diem-diem di mobil (waktu itu belinya dikit dan takut diminta huhu pelit banget yaallah). Ketauan sama Papa dan Papa marah dong. Marahnya Papa itu nampar gue banget, gue inget waktu itu Papa bilang \”Siapa yang ngajarin pelit begitu? Pernah Papa pelit sama kamu? Kamu kalo sama keluarga sendiri aja pelit gimana sama orang lain?\”. Setelah tertampar itu gue merenung. Mengingat Papa gue yang suka banget kulineran, bener-bener restoran satu satu tuh dicobain, kalo ada yang launching juga selalu dateng pertama. Kalo menurut Papa enak pasti besoknya Papa langsung ngajak sekeluarga makan di sana karena prinsipnya Papa, Papa pengen hal enak yang beliau rasain juga dirasain sama istri dan anak-anaknya. Sejak saat itu gue kapok beli apa-apa tapi gak bagi-bagi, rasanya gue pelit banget kalo begitu. Kebiasaan itu kebawa terus sampe gue dewasa, kalo gue pergi seenggaknya harus ada yang gue bawa pulang buat orang rumah. Kadang suka dikomentarin sih, tapi yaa udah??? Hahaha.

    Pernah dapet cerita juga dari tante alias adeknya Papa. Jadi waktu itu Papa dan saudara-saudaranya lagi pergi lalu mampir ke rumah makan. Ketika itu, salah satu saudara Papa bersin, kemudian saudara-saudaranya yang lain pada minggir dan gak mau makan lagi. Ya u know lah, jijik kan kalo ada yang bersin deket makanan lo. Tapi Papa gak pergi dan tetep makan seolah-olah gaada apapun. Di jalan pulang tante gue nanya ke Papa \”mas, kok tadi gak minggir si? emang gak jijik apa?\’, Papa jawab \”yang bersin itu saudara kita, kalo semua saudaranya aja pada minggir ya apalagi orang lain. kasian, pasti bakal malu banget\”. Asli gue nangis banget diceritain begini, he\’s too soft.

    Udah kagum belom sama bokap gue? Wkwkwk pendapat gue akan sangat bias karena gue emang ngefans parah sama Papa, tapi menurut gue hal-hal yang dilakuin beliau itu gak semua orang bisa lakuin, karena itu gue bahagia punya ayah kaya beliau :\’)

    Selain dari ajaran-ajaran beliau, Papa ini juga orangnya penyayang banget. Pernah nemu buku diary Papa (iya, papa suka nulis diary). Kayaknya itu tulisah tahun 1998, jadi umur gue baru beberapa bulan. You know what? Papa ga pernah nulis nama gue di diarynya, tapi selalu nyebut gue pake sebutan \”my princess\”, \”bidadari kecilku\”, etc. Jelas aja gue langsung nangis kejer waktu baca itu. Gue terharu ada yang sayang sama gue sampe kaya gitu. Of course, even if he\’s no longer here with me, he\’s still one of the reason I\’m still alive and feel loved.

    Gue juga inget Papa ga pernah nuntut gue untuk bisa naik motor, kenapa? Karena Papa pengen Papa yang anter gue kemana-mana… Pernah dulu waktu SMP pengen ngemall sama temen, kebetulan Papa lagi ada meeting jadi gue izin mau naik taksi. Eh gak dibolehin, usut punya usut ternyata Papa takut banget gue diculik (gue tau karena diceritain tante) jadi rela batalin meetingnya demi nganter gue ke mall. Dan sebenernya gak nganter juga, gue ke mall tuh Papa nungguin di parkiran karena gak mau sampe telat jemput gue. Stress banget, he made me have a really high standard for man.

    Selain itu, Papa ini juga selalu ngatur pakaian gue, pokoknya gaboleh pake pakaian terbuka (ya ofc I told you he really loves me, and this is the way he protected me). Tapi dulu gue pengen banget make seifu alias seragam Jepang, ya cosplay ala anime anime itu yang roknya mini mini wkwk. Karena tau gue suka banget ya Papa gak ngelarang, bahkan beliin kostum-kostum yang gue mau. Tapi gue inget banget ketika gue ke suatu event sendirian (dianter Papa pastinya), baru masuk ke venue udah dichat aja. Pokoknya tiap 5-10 menit dichat, kalo gue gak bales bakal dimisscall, gitu terus sampe gue yang ingetin untuk jangan chat dulu hahahaha. Waktu itu berasa annoyed banget, tapi sekarang rasanya… ah sudahlah.

    Masih banyaaak banget cerita-cerita berharga soal Papa, tapi postingan ini udah terlalu panjang. Mungkin akan buat lagi kalau udah bisa menata hati dan perasaan hahaha. Jujur udah hampir 8 tahun berlalu tapi kalo ditanya udah ikhlas belom? BELOM! Gue belom bisa tuh cerita cerita soal Papa tanpa nangis, gue kadang masih suka berandai-andai \”kalo Papa masih ada jadinya bakal gimana ya?\” \”kalo ada Papa, Papa bakal ngapain ya di situasi begini?\”, etc. Ini aja gue udah ngayal \”kalo Papa masih ada terus liat tulisan ini pasti langsung GR! Kesel!\” hahaha. Sabar iya, ikhlas? belum sih.

    Papa… Kata orang-orang, Papa dari dulu selalu bangga sama Gita… Emang iya?
    Kata orang-orang, saat ini Papa pun bangga sama Gita… Emang iya?
    Gita merasa belum bisa membanggakan Papa,
    Gita gak ada apa-apanya dibandingin Papa,
    Tapi Gita lagi berusaha, so all the love you\’ve poured to me won\’t go to waste!
    I\’m still your princess and I\’ll spread love to others just like how you do.
    Of course I can\’t do it like you, but I\’m trying!
    Please watch me until we meet again.
    Be prepare to see me hanging around you just to tell you my life story that you\’ve skipped…
    It\’s a long story with so many ups and downs
    It\’s a long story without you in my life but still remains in my heart.

  • Let\’s Talk About Happiness

    Kali ini gue mau bahas sesuatu yang agak panjang dan agak teoritis, gue gak tau bakal ada faedahnya atau enggak, tapi kalo lo mau cari sudut pandang lain mungkin bisa lah dibaca sampe abis hehe. Jadi apa nih yang bakal gue bahas? Sesuai judulnya:

    Happiness atau kebahagiaan

    Satu kata yang sulit didefinisikan, tapi semua orang inginkan.

    Gue pernah liat orang yang bilang kalo dia gak pengen kaya, pernah liat orang yang bilang kalo dia gak pengen jabatan tinggi, pernah juga liat orang yang bilang kalo dia gak pengen menikah. Tapi gue belum pernah liat orang yang bilang kalo gak pengen bahagia, semua orang -yang pernah gue temui- pengen bahagia.

    Tapi sebenernya bahagia itu apa sih? Kadang kita mendefinisikan bahagia itu jadi begitu sederhana– misal, dengan berhasil beli apapun yang kita inginkan, atau dengan hidup tanpa memikirkan beban finansial, atau bisa travel kemanapun yang disuka. Tapi, yakin bakal bahagia dengan itu?

    Kadang, kita itu lebay ketika membayangkan. Pernah gak kalian pengen sesuatu yang kalian yakini hal itu akan membawa kebahagiaan untuk kalian, TAPI ketika hal itu akhirnya kalian dapatkan ternyata rasanya biasa aja? Gak sebahagia yang kalian bayangkan. Dan ujung-ujungnya rasa bahagia itu pun pudar juga. Pernah gak? Gue sering hehe. Bukan berarti gak bersyukur ya, tetep bersyukur tapi ternyata sadar aja bahwa ketika hal ini udah gue dapet hal ini gak se-wow yang ada di otak gue ketika gue belum berhasil dapetinnya.

    Well, seorang profesor Psikologi dari Harvard, Daniel Gilbert pernah bilang \”we routinely misforecast what will make us happy, how long our joy will last, and how intense it will be.\” yang berarti \”Kita seringkali salah menyangka tentang apa yang akan membuat kita bahagia, berapa lama rasa senang tersebut akan bertahan, dan seberapa intens (rasa) bahagia itu\”, dan itu wajar.

    Gilbert bilang salah satu hal yang paling sering salah ditangkap orang adalah bahwa kebanyakan orang berpikir kebahagiaan itu sesuatu yang dicapai, dan seolah-olah dapat dimiliki. Padahal, kebahagiaan itu bukan sebuah tempat untuk kita tinggal. Kebahagiaan adalah sebuah tempat untuk kita kunjungi. Mungkin kita bisa belajar untuk mengunjungi tempat ini (kebahagiaan) lebih sering, tetapi berkurangnya kebahagiaan itu adalah hal yang alami dan tidak terbantahkan. Dan berkurangnya kebahagiaan ini bukan berarti bahwa kita telah melakukan suatu hal yang salah.

    Seperti yang gue bilang di atas, bahwa ketika gue dapet sesuatu yang gue pengen, gue bakal senang, tapi gak se-seneng itu, beberapa waktu berlalu maka hal itu gak lagi memberikan gue rasa senang yang sama, kebahagiaan atas hal itu semakin lama semakin berkurang. Begitulah contoh betapa ga akuratnya cara memprediksi kita (atau gue aja? haha)

    Tapi memprediksi hal yang akan datang itu emang gak mudah, kata Jonathan Haidt ada banyak faktor yang bikin bias ketika kita memprediksi, di antaranya:

    1. Habituation – Kita mudah terbiasa dengan hal-hal baru, sehingga perubahan apapun akibatnya gak sebesar yang kita kira
    2. \”Set point\” – kita punya tingkat kebahagiaan bawaan yang gak banyak berubah
    3. Pengaruh kondisi kekinian
    4. Susah memahami sistem kekebalan emosi – Kita gak tau sejauh mana kita bisa menahan kesulitan yang akan kita alami
    5. Susah memahami gambar yang besar – Seringkali kita menggeneralisasi hidup kita dari 1 peristiwa khusus yang sebenarnya cuma 1 dari banyaknya aspek hidup

    Balik lagi ke pertanyaan tadi, jadi kebahagiaan itu apa? Ada dua teori besar tentang kebahagiaan yang paling sering dibahas, yaitu Hedonisme dan Eudaimonisme. Di sini gue coba tulis penjelasan versi pendeknya. Tulisan setelah ini walau versi pendek juga tetep aja panjang, jadi kalo mau skip karena lo merasa udah paham atau udah tau style bahagia versi lo ya silahkan langsung baca paragraf di bawah tabel hehe.

    Hedonisme

    Para hedonis sepakat bahwa hal yang baik adalah yang menimbulkan kesenangan, tapi sebenernya gak sematre kedengerannya loh, gue coba buat tabel dari tiga perspektif di Hedonisme ya.

    \"\"

    Jadi kalo kamu mau hidup isinya seneng-seneng aja boleh gak? Ya boleh, tapi ketahui batasmu. Karena kamu akan merasakan bahagia itu ketika ada batas, dan akan lebih baik lagi kalo bisa ngajak orang lain untuk ikut bahagia dengan kamu 🙂

    Eudaimonisme

    Eudaimonisme secara umum bilang bahwa kebahagiaan itu berasal dari jiwa yang baik. Menurut Eudaimonisme, tujuan hidup itu kebahagiaan bukan kesenangan.

    \"\"

    Selain yang disebutkan di atas, ada juga kebahagiaan versi eksistensialisme yang mengatakan bahwa kebahagiaan adalah pemenuhan hasrat dan keinginan. Ada juga spiritual happiness yang mana sumber kebahagiaan adalah Tuhan. Ada banyak banget teori soal kebahagiaan ini, mana yang cocok sama kamu? You choose!

    Fyi, Eudaimonisme dikenalkan oleh Socrates dan dikembangkan oleh murid-muridnya. Sedangkan Hedonisme dikembangkan oleh beberapa orang yang juga merupakan muridnya Socrates (yang lain pastinya). This just simply shows kalo kebahagiaan itu amat sangat subjektif.

    Kebahagiaan itu subjektif dan tentu setiap orang berbeda dalam mendefinisikan bahagianya. Tapi gue yakin kalo semua orang punya kesempatan untuk bahagia. Karena kebahagiaan itu gak jauh, kebahagiaan itu ada di dalam diri. Ketika lo memutuskan untuk bahagia maka lo bahagia, ketika lo merasa ga bahagia ya berarti mungkin lo belum nemu bahagia lo. Belum nemu, bukan berarti gak ada. Suatu saat pasti ketemu, dan walaupun kebahagiaan itu gak abadi, lo punya ability untuk nemuin lagi kebahagiaan-kebahagiaan selanjutnya. Agak sedih untuk bilang bahwa kebahagiaan itu gak abadi, tapi begitu juga kesedihan dan semua yang ada di dunia ini.

    Terakhir, gue mau ngingetin lagi soal kemampuan prediksi kita yang sangat ga akurat itu gak hanya berlaku ke kebahagiaan, tapi juga ke kesedihan lho! Jadi, bisa aja lo ngerasa kalo lo bakal sedih banget karena suatu hal, padahal ya ketika lo jalanin ternyata enggak juga. Lo ngerasa suatu hal sangat menakutkan, ternyata pas dihadapin ya enggak juga. Jangan lupa kalo kita ini manusia yang udah diciptakan sedemikian rupa untuk bertahan dan beradaptasi. Whatever will be, will be!

    Anyway, gue masih awam banget soal beginian. Tapi gue seneng aja bahasnya, dan sumbernya banyak ambil dari sini:

    1. https://www.psychologytoday.com/intl/blog/between-cultures/201703/forecasting-happiness
    2. https://www.youtube.com/watch?v=FI21ls467m8&t=3693s

    Feel free to comment atau koreksi kalo gue ada salah 🙂

  • \”Tetap hidup, ya\”, katanya

    It\’s been a while since the last time I wrote here.

    And I\’m here not to write about beauty or fashion tips, I\’m here to write about something that has been floating around my head for a while. No, actually it\’s always there since a long time ago– I just don\’t know what to say about it, nor how to express it. But eventually, I decided to write this because I want to get this out of my head and my chest.

    Flashback to several months ago when I sat on my chair at my old office, building this blog. At that time, I think I need to do something to keep me alive because I really feel dead inside– and that\’s why this website exists.

    I lived in constant fear when I got my first job. It was suck. My heart still bleeding for all the things that happened there. And I really want to forgive, but I can\’t. I still cry about it, and people keep telling me to forget… But I can\’t.

    Kadang gue bingung, kenapa sih susah banget untuk gue maafin orang itu? Padahal dia pun gak merasa bersalah atas apa yang gue rasain? Bahkan dia gatau apa yang gue rasain. Gue yang tersiksa di sini, dan tau bahwa orang yang nyakitin gue hidup dengan tenang bikin gue makin sakit. Kadang gue pengen banget ada hal buruk terjadi ke dia, tapi gue juga benci diri gue yang seperti itu. Gue ga mau jadi orang yang mengharapkan hal yang buruk terjadi ke orang lain.

    Mungkin memang butuh waktu kali, ya? Gue harap luka gue bisa sembuh, gue harap suatu hari nanti gue ga akan bitter ketika inget nama orang itu.

    Saat ini, gue udah dapet tempat baru yang -kayaknya sih- cocok buat gue. Gue bersyukur gue ketemu kolega dan senior yang sangat baik dan suportif ke gue. Gue juga pengen fokus ke masa sekarang, tapi ya gitu, kadang ingatan masa lalu dateng gitu aja tanpa gue panggil. Kalo bisa pun gue pengen ngehapus semua ingatan gue tentang hal itu, tapi kan gak bisa ya? Haha.

    Tulisan ini gue buat bener-bener untuk ngilangin ganjelan di hati gue. Gue sadar kalo gue cuma pengen orang ngevalidasi perasaan gue, gue pengen orang tau segimana \’sakitnya\’ gue. Gue pengen orang berhenti nge \”yaudah sih\”in apa yang gue rasain. Tapi gak bisa, gue gak bisa mengontrol orang lain. Gue cuma bisa deal with it sebagai diri gue sendiri. Ujung-ujungnya juga cuma bisa gue telen sendiri hahaha.

    Buat kalian (termasuk gue sih) yang baca tulisan ini, gue harap kalian bisa ngevalidasi perasaan orang lain, ketika orang lain berduka, kalo bisa hadirlah dan rasain luka itu bareng-bareng. Karena kadang mereka cuma pengen diakui rasa sakitnya, gak minta disemangatin, cuma pengen ditenangin dan diyakinkan bahwa yang mereka rasakan itu valid dan wajar. Ketika mereka udah merasa lebih tenang, baru kita bisa semangatin, tentu dengan kata-kata yang baik dan gak menghakimi.

    Tulisan ini juga buat reminder buat gue dan kalian semua yang saat ini lagi down, merasa paling menderita sedunia, bahwa gak semua orang sesuai ekspektasi kita. Kita gak bisa mengontrol apa yang orang lain lakukan, yang bisa kita kontrol ya cuma diri kita sendiri. Menurut gue apapun yang kalian rasakan dan ingin kalian lakukan itu valid, kalian yang paling tau apa yang kalian mau. Tapi satu yang mau gue sampein: tetap hidup, ya 🙂

    Gue yakin orang-orang yang berpikiran untuk mengakhiri hidupnya (termasuk gue, mungkin juga lo yang baca tulisan ini) sebenarnya bukan mau mengakhiri hidup, yang mereka mau adalah mengakhiri kesedihannya. Dan mungkin ini akan terdengar bullshit, tapi percayalah semua yang di dunia ini sementara. Termasuk kebahagiaan dan kesedihan lo. Semua itu sementara. Mungkin ada satu atau beberapa hal yang butuh waktu agak lama untuk bisa sembuh, tapi pasti akan berlalu. Dan hidup ini juga pasti akan berlalu, lo gak perlu repot-repot ngebunuh diri dan harapan lo sendiri, suatu saat akan terjadi kok. Akan ada waktunya dimana semua rencana yang kita bangun akan berlalu karena napas kita berhenti. Untuk sekarang, mungkin akan lebih menyenangkan kalo kita menikmati apa yang ada, ya? Walau hidup yaa gini gini aja, tapi seengganya kita ada di zona nyaman kita. Kenapa gue bilang zona nyaman? Karena gaada yg tau setelah mati nanti akan gimana, emang lo yakin lo bakal bahagia ketika udah mati? Kan belom tentu, dan memang udah dari sananya juga ketika dihadapkan dengan situasi baru pasti ada rasa cemas, kebayang ga sih gimana anxietynya lo ketika udah dalam bentuk arwah?

    Terakhir, gue ga akan bilang \”Makasih udah bertahan sejauh ini\” tapi, lo hebat banget masih bertahan di dunia sekejam ini asli hahaha keep up the good work! Gue harap suatu hari nanti lo akan menemukan sesuatu yang bikin lo ngerasa bersyukur atas hidup yang lo miliki 🙂